Faza Down Syndrome

Faza: Melangkah Pasti di Catwalk, Menebar Pesona dengan Down Syndrome

author
2 minutes, 49 seconds Read
Muhammad Faza Aulia Rahadiyanto bukan sekadar anak yang tampil di panggung. Ia adalah representasi keberanian, ekspresi diri, dan semangat baru dalam dunia mode yang semakin inklusif.

Lahir pada 12 Oktober 2010 di Malang, Faza memulai perjalanannya di dunia modelling pada usia 8 tahun. Debutnya terjadi saat peringatan Hari Disabilitas Internasional 2018 — sebuah panggung yang awalnya terlihat kecil, tapi ternyata menjadi pijakan penting dalam menemukan cahaya dirinya.

“Waktu itu dia tersenyum lebar dan percaya diri berjalan di atas catwalk. Penonton langsung ingin mengambil fotonya, dan Faza otomatis berpose. Justru saya yang grogi waktu itu,” kenang Titik Hidayati, sang ibu, sambil tersenyum.

Faza Down Syndrom

Dari Dipandang Sebelah Mata, Menjadi Sosok yang Dipandang Dunia

Dulu, saat masih bayi, tak sedikit orang memandang Faza sebelah mata. Wajah khas anak Down Syndrome, lidah tebal yang kadang menjulur, dan perkembangan bicara yang berbeda, sempat membuat orang asing memandangnya dengan rasa iba atau heran. Tapi Faza — dengan dukungan penuh dari keluarga — perlahan membalikkan semua pandangan itu.

Semakin bertambah usia, Faza tak hanya berkembang secara emosional dan sosial, tetapi juga mengukir prestasi demi prestasi. Sejak tahun 2018, Faza telah mencapai banyak prestasi. Khususnya di tahun 2024, berikut yang telah ia dapatkan:

  1. Juara 2 Putra Indonesia Fashion Icon 2024, kompetisi Top Model Nasional, 10 Maret 2024
  2. Juara Best Performance Lomba Fashion Show ABK at Home, 9 April 2024, Penyelenggaraan Yayasan Peduli Kasih ABK Surabaya
  3. Juara 3 Modelling competition di event Malang Fashion Week 2024, 10 November 2024
  4. Juara Favorit modelling competition di event The Light Ramadhan , 25 Maret 2025, di Malang Town Square ( Matos )

 

Tak berhenti di dunia modelling, Faza juga aktif dan berprestasi di bidang menari, mewarnai, hingga olahraga. Bahkan, SD Muhammadiyah 1 Malang memberikan penghargaan khusus untuknya atas sederet prestasi di tingkat regional dan nasional.

Menemukan dan Menumbuhkan Bakat

Proses ini tak terjadi begitu saja. Sang ibu, Titik, sejak awal tekun mencari minat Faza melalui terapi dan berbagai kegiatan: bermain angklung, menari, berenang, memanah, hingga kelas modelling. Dari semua itu, dua bakat yang paling menonjol adalah menari dan modelling.

“Karena anak Down Syndrome cenderung meniru, saya latih dia sendiri dulu. Lalu saya ikutkan ke kelas modelling khusus disabilitas, dan akhirnya ke agensi umum di bawah AMM (Asosiasi Modelling Malang). Waktu itu, dia satu-satunya anak istimewa di sana,” ujar Titik.

Meski sempat merasa minder, sambutan hangat dari pelatih dan teman-teman menjadi semangat baru.

“Alhamdulillah, mereka menerima Faza dengan baik. Itu membuat saya yakin, Faza layak tampil di panggung mana pun.”

Faza Down Syndrom

Menari, Mewarnai, dan Mimpi Mengenakan Karya Desainer

Di bidang tari, Faza sudah menguasai 5 tarian: tari layang-layang, tari maumere, tari kepik, tari semut, dan dance ceria. Di akhir Mei 2022, ia menyabet juara 1 lomba dance tingkat nasional dalam Autism Awareness Festival di Plaza Cibubur.

Dalam seni lukis, Faza menciptakan karya pelangi yang kemudian dicetak menjadi kain. Titik menyimpan harapan:

“Kelak saya ingin ada desainer yang mau membuat baju dari kain pelanginya, agar bisa dia pakai dalam fashion show bersama teman-teman Down Syndrome lainnya.”

Pesan dari Seorang Ibu: Syukuri, Dukung, dan Percaya

Titik percaya bahwa tugas orang tua anak disabilitas bukan menyamaratakan, tapi menemani dan mengangkat potensi mereka dengan cinta dan kesabaran. “Saya yakin Allah menciptakan setiap anak dengan kelebihan dan kekurangan. Saya syukuri apa yang Faza bisa, nikmati prosesnya, iringi dengan doa, dan hasilnya saya serahkan pada-Nya.”

Faza bukan hanya seorang anak dengan Down Syndrome yang berjalan di catwalk. Ia adalah simbol harapan, kekuatan, dan bukti nyata bahwa setiap anak — dengan segala keunikan mereka — punya ruang untuk bersinar.

Setiap langkahnya membawa pesan: “Kami bukan ingin dikasihani, kami ingin dipercaya. Bahwa anak istimewa juga bisa.”

(Ken)

Similar Posts